CERPEN (cerita pendek)
BEAUTIFUL TUNE ABOUT LOVE
Music is my life. Kalimat itu
merupakan salah satu dari jutaan definisi Raditya Ardiansyah tentang musik.
Cowok berzodiak Leo itu memang terobsesi untuk menjadi seorang musisi terkenal,
syukur-syukur bisa go international.Bersama anggota personil lain di group
bandnya, TNG (The Next Generation), ia menaruh sebuah harapan yang besar.
Tentang perjuangan, tentang perjalanan hidup dan juga tentang cinta.
Namun, lain Radit lain pula Mitha
Arika. Gadis yang sudah menjadi pacar Radit selama hampir dua tahun itu,
ternyata memiliki definisi lain tentang musik. Baginya, musik hanyalah
pengganggu, musik adalah benalu, musik adalah petaka, dan berbagai artian buruk
lainnya. Entahlah, apakah pantas jika ia merasa cemburu terhadap musik dan juga
TNG? Konyol, memang. Tapi itulah kenyataannya.Malam itu, Radit mengajak Mitha
jalan-jalan. Ya, sekedar untuk cuci mata. Lagipula, mereka jarang sekali jalan
berdua. Salah satu faktor utamanya adalah kesibukan Radit di bandnya. Walaupun
sebenarnya Mitha ingin menolak ajakan Radit, tapi berhubung sepupunya, Fika
(yang juga teman sekelas Mitha, di Fakultas Hukum) terus memaksanya, akhirnya
Mitha pun meng-iya-kan ajakan Radit.“Mitha… kamu kenapa? Sakit?” tanya Radit
dengan lembut, saat mereka makan malam di Mall.Mitha langsung menggelengkan
kepalanya dan berusaha tersenyum semanis mungkin, “Aku baik-baik saja.”
jawabnya ringan sambil memainkan sedotan Lemon Teanya.Sebelah alis Radit
terangkat, seperti tidak percaya, “Tapi kenapa dari tadi kamu diam saja?”Mitha
menghela nafas, “Sungguh. Aku baik-baik saja. Percayalah!” ucap Mitha
meyakinkan.“Ya, baiklah. Aku menyerah. Ku harap kamu memang baik-baik saja..”
Radit menjeda kalimatnya, dan membetulkan posisi duduknya.“Hmm, Mitha..
Sebelumnya aku mau minta maaf..”Mitha mulai serius memperhatikan Radit. Kenapa
tiba-tiba perasaannya berubah jadi tidak enak? Setiap kali Radit akan
memutuskan sesuatu (yang bersifat persuasif), ia selalu meminta maaf terlebih
dahulu.
Ada apa ini? Jangan-jangan… Ah, tidak. Kamu tidak boleh negative thinking,
Mitha.“Sepertinya, minggu depan aku tidak bisa menemanimu datang ke acara Reuni
SMA-mu. Karena, dalam waktu yang sama, TNG juga diundang perform di acara reuni
sepupu Andre (drummer TNG).” ucap Radit dengan sangat hati-hati. Astaga, benar
kan firasatku? batin Mitha.
Saat itu juga, jantung Mitha serasa berhenti berdetak.
Karena, ini bukan yang pertama.. kedua.. atau ketiga kalinya Radit membatalkan
janjinya. Dan semuanya batal karena masalah musik dan band.Sampai beberapa
detik lamanya, Mitha hanya diam. Raditya yang menunggu reaksi Mitha sampai
harus menyadarkan gadis itu terlebih dahulu.“Jadi, bagaimana?” tanya Radit dengan
sangat hati-hati.“Apanya yang bagaimana?” Mitha balik bertanya. Mimik mukanya
masih sama. Datar dan dingin.“Ya,
bagaimana pendapatmu, hmm, maksudku tentang…”“Pembatalan janji itu?” potong
Mitha.“Ya, kamu tidak akan marah kan?”
Mitha menyipitkan matanya, lalu
tersenyum. Tapi, senyumnya kali ini tidak dalam artian yang sebenarnya. Ya,
senyum itu begitu dingin, namun mampu membuat tubuh Radit merasakan
sebaliknya.“Kamu tanya tentang pendapatku? Apakah itu penting? Sama sekali
tidak, kan? Jadi untuk apa bertanya?” tanya Mitha bertubi-tubi dengan tenang,
namun tatapannya sangat tajam.Radit tidak percaya dengan cara Mitha bicara
kepadanya. Biasanya Mitha menanggapi keputusannya itu dengan dua cara, jika
tidak marah-marah, gadis itu akan mengomel habis-habisan. Tapi, itu justru
membuatnya lega, daripada cara Mitha saat ini, yang bersikap begitu dingin
kepadanya.
“Kenapa diam?” tanya Mitha dengan volume suara yang
dikecilkan namun intonasinya terkesan menantang. Memang, gadis bermata
kecokelatan itu sedang menantang Radit. Ia ingin tahu, sampai dimana kelemahan
Radit.
Saat ini, keadaannya berbalik 180 derajat. Mitha berhasil membuat Radit shock.
Cowok itu diam, memandang Mitha dengan tat
Music is my
life. Kalimat itu merupakan salah satu dari jutaan definisi Raditya Ardiansyah
tentang musik. Cowok berzodiak Leo itu memang terobsesi untuk menjadi seorang
musisi terkenal, syukur-syukur bisa go international.
Bersama
anggota personil lain di group bandnya, TNG (The Next Generation), ia menaruh
sebuah harapan yang besar. Tentang perjuangan, tentang perjalanan hidup dan
juga tentang cinta.
Namun, lain
Radit lain pula Mitha Arika. Gadis yang sudah menjadi pacar Radit selama hampir
dua tahun itu, ternyata memiliki definisi lain tentang musik. Baginya, musik
hanyalah pengganggu, musik adalah benalu, musik adalah petaka, dan berbagai
artian buruk lainnya. Entahlah, apakah pantas jika ia merasa cemburu terhadap
musik dan juga TNG? Konyol, memang. Tapi itulah kenyataannya.
Malam itu,
Radit mengajak Mitha jalan-jalan. Ya, sekedar untuk cuci mata. Lagipula, mereka
jarang sekali jalan berdua. Salah satu faktor utamanya adalah kesibukan Radit
di bandnya. Walaupun sebenarnya Mitha ingin menolak ajakan Radit, tapi
berhubung sepupunya, Fika (yang juga teman sekelas Mitha, di Fakultas Hukum)
terus memaksanya, akhirnya Mitha pun meng-iya-kan ajakan Radit.
“Mitha… kamu
kenapa? Sakit?” tanya Radit dengan lembut, saat mereka makan malam di Mall.
Mitha
langsung menggelengkan kepalanya dan berusaha tersenyum semanis mungkin, “Aku baik-baik
saja.” jawabnya ringan sambil memainkan sedotan Lemon Teanya.
Sebelah alis
Radit terangkat, seperti tidak percaya, “Tapi kenapa dari tadi kamu diam saja?”
Mitha
menghela nafas, “Sungguh. Aku baik-baik saja. Percayalah!” ucap Mitha
meyakinkan.
“Ya,
baiklah. Aku menyerah. Ku harap kamu memang baik-baik saja..” Radit menjeda
kalimatnya, dan membetulkan posisi duduknya.
“Hmm,
Mitha.. Sebelumnya aku mau minta maaf..”
Mitha mulai
serius memperhatikan Radit. Kenapa tiba-tiba perasaannya berubah jadi tidak
enak? Setiap kali Radit akan memutuskan sesuatu (yang bersifat persuasif), ia
selalu meminta maaf terlebih dahulu.
Ada apa ini? Jangan-jangan… Ah, tidak. Kamu tidak boleh negative thinking,
Mitha.
“Sepertinya,
minggu depan aku tidak bisa menemanimu datang ke acara Reuni SMA-mu. Karena,
dalam waktu yang sama, TNG juga diundang perform di acara reuni sepupu Andre
(drummer TNG).” ucap Radit dengan sangat hati-hati. Astaga, benar kan
firasatku? batin Mitha.
Saat itu
juga, jantung Mitha serasa berhenti berdetak. Karena, ini bukan yang pertama..
kedua.. atau ketiga kalinya Radit membatalkan janjinya. Dan semuanya batal
karena masalah musik dan band.
Sampai
beberapa detik lamanya, Mitha hanya diam. Raditya yang menunggu reaksi Mitha
sampai harus menyadarkan gadis itu terlebih dahulu.
“Jadi,
bagaimana?” tanya Radit dengan sangat hati-hati.
“Apanya yang
bagaimana?” Mitha balik bertanya. Mimik mukanya masih sama. Datar dan dingin.
“Ya,
bagaimana pendapatmu, hmm, maksudku tentang…”
“Pembatalan
janji itu?” potong Mitha.
“Ya, kamu
tidak akan marah kan?”
Mitha
menyipitkan matanya, lalu tersenyum. Tapi, senyumnya kali ini tidak dalam
artian yang sebenarnya. Ya, senyum itu begitu dingin, namun mampu membuat tubuh
Radit merasakan sebaliknya.
“Kamu tanya
tentang pendapatku? Apakah itu penting? Sama sekali tidak, kan? Jadi untuk apa
bertanya?” tanya Mitha bertubi-tubi dengan tenang, namun tatapannya sangat
tajam.
Radit tidak
percaya dengan cara Mitha bicara kepadanya. Biasanya Mitha menanggapi
keputusannya itu dengan dua cara, jika tidak marah-marah, gadis itu akan
mengomel habis-habisan. Tapi, itu justru membuatnya lega, daripada cara Mitha
saat ini, yang bersikap begitu dingin kepadanya.
“Kenapa
diam?” tanya Mitha dengan volume suara yang dikecilkan namun intonasinya
terkesan menantang. Memang, gadis bermata kecokelatan itu sedang menantang
Radit. Ia ingin tahu, sampai dimana kelemahan Radit.
Saat ini, keadaannya berbalik 180 derajat. Mitha berhasil membuat Radit shock.
Cowok itu diam, memandang Mitha dengan tatapan masih tidak percaya.
“Ehem.. Aku
rasa, kamu tidak perlu bersusah payah mengajakku jalan, kalau hanya sekedar
untuk menyogokku agar tidak mengomel atau marah-marah padamu. Tenang saja,
Radit. Kali ini aku tidak akan melakukan itu.” ucap Mitha penuh penekanan.
Mitha pun berdiri dari tempat duduknya, ia sudah bersiap untuk pergi. Namun,
Radit segera memegang lengannya.
“Mitha,
tunggu… Kenapa kamu bersikap seperti ini? Kalau kamu marah, silakan marah
padaku, atau kalau kamu mau mengomel, aku tidak keberatan. Tapi, tolong jangan
bersikap sedingin ini..” pinta Radit.
Mitha
menuntun tangan Radit untuk tidak menahan lengannya, “Kenapa? Seharusnya kamu
senang. Radit.. Aku capek kalau harus terus-terusan marah, menangis dan
bersikap seperti anak kecil. Jadi, mulai detik ini, semua terserah sama kamu.
Kamu bebas berbuat apa saja yang kamu mau..”
“Tapi, Mit…”
“Ssttt…
Sudah. Kamu tidak perlu berkata apa-apa lagi… Permisi, aku harus pergi.” ucap
Mitha sambil berlalu meninggalkan Radit.
Radit tidak mampu menahan kepergian Mitha. Ia hanya bisa memandangi gadis itu
berjalan menjauh darinya, hingga akhirnya hilang dari pandangannya. Entah
mengapa, firasatnya tiba-tiba berubah jadi tidak enak? Sikap Mitha benar-benar
membuat Radit tidak tenang.
Sejak
kejadian malam itu, Radit jadi susah menghubungi Mitha. Selalu saja ada kendala
untuk bertemu dengan gadis itu. Hal tersebut membuat cowok yang kini kuliah di
Fakultas Pertambangan dan Minyak Mentah itu makin tidak tenang.
Bagaimana
kalau Mitha meninggalkannya? Bagaimana kalau gadis itu meminta putus darinya?
Bagaimana kalau…
Ah, tidak… Tidak akan pernah. Semuanya akan baik-baik saja…
Seminggu
kemudian…
Malam itu, Mitha terlihat begitu anggun. Gaun berwarna merah muda sebatas lutut
membuatnya bagaikan putri. Rambutnya yang hitam pekat dibiarkan tergerai indah.
Layaknya seorang model, ia berjalan dengan anggun memasuki gedung dimana acara
reuni tersebut diadakan. Tak lupa senyuman manis selalu menghiasi bibirnya.
Di samping
Mitha, berdiri Fika yang tak kalah cantik dengannya. Gadis itu memiliki tinggi
badan yang hampir sama dengan Mitha. Ia mengenakan gaun berwarna jingga sebatas
lutut. Sebuah pita yang juga berwarna jingga menghias rambut pirangnya dengan
indah.
“Hai…
Mitha?” sapa seorang cowok yang merupakan teman lama Mitha. Wajahnya agak
kebarat-baratan, karena memang ia keturunan Indonesia-Spanyol.
Kontan saja
Mitha dan Fika menoleh ke arah pemilik suara itu, “Edward?” tanya Mitha setelah
berusaha mengingat beberapa saat lamanya.
“Ya.. ku
pikir kamu sudah melupakanku.”
“Ah, tidak.
Aku tidak mungkin lupa dengan pemuda yang pernah dihukum guru gara-gara salah
masuk WC…”
“Wow, jangan
mengingatkanku pada hal memalukan itu. Aku sudah lama melupakannya.
Ngomong-ngomong bagaimana kabarmu?”
“Ya, seperti
yang kamu lihat sekarang. Sangat baik. Oh ya, kenalkan ini Fika. Dia sepupuku
yang paling baik dan.. cantik.”
Edward
beralih ke arah Fika, ia tersenyum kemudian menjabat tangan Fika, “Edward.
Senang berkenalan denganmu.”
Fika pun
tersenyum dan membalas jabatan tangan dari Edward, “Fika. Ya, aku pun
demikian.”
“Hm,
ngomong-ngomong, bagaimana jika kita berkeliling gedung ini, ya menemui
teman-teman lama?” ajak Edward yang disambut dengan anggukan Mitha dan Fika.
Mereka pun
berjalan mengelilingi gedung itu, sesekali mereka berhenti untuk berbincang-bincang
dengan teman lama Edward dan Mitha.
Tiba-tiba, terdengar suara yang tidak asing di telinga Mitha. Suara itu berasal
dari arah panggung, “Selamat malam semua.. Pada malam yang indah ini,
perkenankanlah kami membawakan sebuah lagu untuk menemani malam Anda. Semoga
Anda dapat menikmati.”
Pemilik
suara itu menatap lurus dan tajam ke arah Mitha. Tatapan mereka bertemu, dan
berhasil membuat Mitha terkejut.
Oh, Tuhan.. Apa benar yang aku lihat ini? Ya, itu TNG… Dan cowok itu…
Mata Radit
terbelalak saat melihat seorang gadis bergaun merah muda melangkah memasuki
gedung. Gadis itu ditemani seorang gadis lain yang bergaun jingga. Dua jelita
itu nampak anggun. Namun, bukan karena kecantikan kedua dara itu yang membuat
Radit terkejut. Masalahnya, gadis-gadis itu adalah Mitha dan Fika.
Jadi, mereka
datang ke acara reuni yang diadakan oleh sepupu Andre?
Saat hendak menghampiri kedua gadis itu, langkah Radit tiba-tiba terhenti.
Seorang cowok berwajah agak kebarat-baratan telah lebih dulu menghampiri Mitha
dan Fika. Radit hanya bisa memperhatikan mereka dari kejauhan. Entah mengapa,
ada rasa cemburu merasuki hati Radit. Tiba-tiba, ia merasa sangat takut
kehilangan Mitha.
“Oi, Dit.
Gimana sih, kok malah bengong disini. Yuk buruan, waktunya kita perform nih? Yang
lain pada nunggu tuh di atas panggung.” ajak Andre.
“Eng.. oke.”
Radit pun
berjalan mengikuti Andre untuk naik ke atas panggung. Setelah berada di atas
panggung, Radit langsung memegang microphone dan mulai bersuara… Tatapannya
masih lurus pada Mitha yang berdiri di dekat jendela besar gedung itu.
“Selamat
malam semua.. Pada malam yang indah ini, perkenankanlah kami membawakan sebuah
lagu untuk menemani malam Anda. Semoga Anda dapat menikmati.”
Mitha. Gadis
itu menoleh ke arahnya. Jelas sekali bahwa Mitha sangat terkejut melihat
kehadiran Radit sebagai bintang tamu di acara reuni itu. Perlahan mulai
terdengar suara intro musik mengalun. Dengan tatapan arti, ia mulai bernyanyi.
Ku pergi
hanya sebentar saja,
Bukannya untuk menjauhimu,
Mencoba tuk cari bagaimana baiknya.. untuk berdua..
Sambil terus
bernyanyi, Radit berjalan turun dari panggung. Ia melangkah perlahan namun
pasti menghampiri Mitha yang masih terpaku.
Setelah ku
putuskan kembali, ku pulang mencarimu kekasih,
Tetapi kau bukan dirimu lagi,
Kau telah jauh berubah…
Apakah kau sudah temukan yang baru…
Kini Radit
telah berada di hadapan Mitha. Matanya tak bisa berhenti untuk terus memandangi
gadis itu. Tangan kanan Radit masih tetap memegang mic, namun tangan kirinya
mulai menggenggam dengan erat jemari Mitha. Seisi gedung terkesima melihat
pemandangan tersebut. Tapi Mitha, ia sangat shock dan tidak mampu berkata-kata.
Tolong
jangan kau katakan kau suka,
Jangan-jangan kau katakan, kau suka…
Jangan-jangan kau pikirkan egomu saja,
Aku… Masih disini…
Dia tak tahu
betapa sulitnya aku,
Selama ini cintai kamu,
Aku… Masih denganmu…
Radit
menuntun pacarnya itu untuk naik ke atas panggung bersamanya. Seperti orang
yang terhipnotis, Mitha pun menurut. Sebenarnya ia sangat malu, karena menjadi
pusat perhatian. Namun, Radit meyakinkannya – melalui isyarat mata, bahwa semua
akan baik-baik saja.
Cobalah kau
ingat kembali,
Masa-masa indah denganku,
Dan jujur apakah semua kini sudah terlambat…
Ataukah, kau sudah temukan yang baru…
Tolong jangan kau katakan kau suka,
Jangan-jangan kau katakan, kau suka…
Jangan-jangan kau pikirkan egomu saja,
Aku… Masih disini…
Dia tak tahu
betapa sulitnya aku,
Selama ini cintai kamu,
Aku… Masih denganmu…
Setelah lagu
itu selesai dinyanyikan. Radit langsung tersenyum hangat pada Mitha. Ia tidak
memperdulikan ratusan pasang mata yang melihat ke arah mereka.
“Mitha, aku
tahu, selama ini aku salah. Aku udah bersikap tidak adil sama kamu. Dan.. aku
kurang memperhatikanmu. Sayangnya, aku baru menyadari itu sekarang. Tapi, aku
berharap, aku belum terlambat…” Radit menghela nafas kemudian menggenggam erat
kedua tangan Mitha.
Suasana
gedung mendadak hening. Semua yang ada di acara itu ingin menjadi saksi bagi
Mitha dan Radit.
“Mitha, aku
mohon, maafin aku…” ucap Radit dengan tulus. Mitha pun tersenyum pada Radit, ia
merasa tersentuh dan terharu. Namun, tubuhnya serasa sulit bergerak. Ia seperti
kehilangan suaranya, dan hanya mampu diam memandangi Radit.
“Mitha… Apa
kamu mau kasih aku kesempatan, sekali lagi?” Tanpa sadar Mitha meneteskan air
mata lalu tersenyum hangat, “Radit, aku akan menjadi orang paling bodoh
sedunia, jika tidak memberimu kesempatan sekali lagi…”
“Jadi…”
“Ya, aku
memaafkanmu. Dan aku harap, kamu mau menganggapku dan musik sebagai satu
kesatuan dalam hidupmu…”
“Pasti
Mitha. Pasti.” Radit pun tersenyum lega.
Seisi gedung
yang tadinya hening kini berubah menjadi sangat riuh. Mereka bersorak dan
bertepuk tangan untuk Mitha dan Radit.
I believe,
music is love… And this is a beautiful tune about love… gumam Mitha dipelukan
Radit.
apan masih tidak percaya.
“Ehem.. Aku rasa, kamu tidak perlu bersusah payah mengajakku
jalan, kalau hanya sekedar untuk menyogokku agar tidak mengomel atau
marah-marah padamu. Tenang saja, Radit. Kali ini aku tidak akan melakukan itu.”
ucap Mitha penuh penekanan. Mitha pun berdiri dari tempat duduknya, ia sudah
bersiap untuk pergi. Namun, Radit segera memegang lengannya.
“Mitha, tunggu… Kenapa kamu bersikap seperti ini? Kalau kamu
marah, silakan marah padaku, atau kalau kamu mau mengomel, aku tidak keberatan.
Tapi, tolong jangan bersikap sedingin ini..” pinta Radit.
Mitha menuntun tangan Radit untuk tidak menahan lengannya,
“Kenapa? Seharusnya kamu senang. Radit.. Aku capek kalau harus terus-terusan
marah, menangis dan bersikap seperti anak kecil. Jadi, mulai detik ini, semua
terserah sama kamu. Kamu bebas berbuat apa saja yang kamu mau..”
“Tapi, Mit…”
“Ssttt… Sudah. Kamu tidak perlu berkata apa-apa lagi…
Permisi, aku harus pergi.” ucap Mitha sambil berlalu meninggalkan Radit.
Radit tidak mampu menahan kepergian Mitha. Ia hanya bisa memandangi gadis itu
berjalan menjauh darinya, hingga akhirnya hilang dari pandangannya. Entah
mengapa, firasatnya tiba-tiba berubah jadi tidak enak? Sikap Mitha benar-benar
membuat Radit tidak tenang.
Sejak kejadian malam itu, Radit jadi susah menghubungi Mitha.
Selalu saja ada kendala untuk bertemu dengan gadis itu. Hal tersebut membuat
cowok yang kini kuliah di Fakultas Pertambangan dan Minyak Mentah itu makin
tidak tenang.
Bagaimana kalau Mitha meninggalkannya? Bagaimana kalau gadis
itu meminta putus darinya? Bagaimana kalau…
Ah, tidak… Tidak akan pernah. Semuanya akan baik-baik saja…
Seminggu kemudian…
Malam itu, Mitha terlihat begitu anggun. Gaun berwarna merah muda sebatas lutut
membuatnya bagaikan putri. Rambutnya yang hitam pekat dibiarkan tergerai indah.
Layaknya seorang model, ia berjalan dengan anggun memasuki gedung dimana acara
reuni tersebut diadakan. Tak lupa senyuman manis selalu menghiasi bibirnya.
Di samping Mitha, berdiri Fika yang tak kalah cantik dengannya.
Gadis itu memiliki tinggi badan yang hampir sama dengan Mitha. Ia mengenakan
gaun berwarna jingga sebatas lutut. Sebuah pita yang juga berwarna jingga
menghias rambut pirangnya dengan indah.
“Hai… Mitha?” sapa seorang cowok yang merupakan teman lama Mitha.
Wajahnya agak kebarat-baratan, karena memang ia keturunan Indonesia-Spanyol.
Kontan saja Mitha dan Fika menoleh ke arah pemilik suara itu,
“Edward?” tanya Mitha setelah berusaha mengingat beberapa saat lamanya.
“Ya.. ku pikir kamu sudah melupakanku.”
“Ah, tidak. Aku tidak mungkin lupa dengan pemuda yang pernah
dihukum guru gara-gara salah masuk WC…”
“Wow, jangan mengingatkanku pada hal memalukan itu. Aku sudah
lama melupakannya. Ngomong-ngomong bagaimana kabarmu?”
“Ya, seperti yang kamu lihat sekarang. Sangat baik. Oh ya,
kenalkan ini Fika. Dia sepupuku yang paling baik dan.. cantik.”
Edward beralih ke arah Fika, ia tersenyum kemudian menjabat
tangan Fika, “Edward. Senang berkenalan denganmu.”
Fika pun tersenyum dan membalas jabatan tangan dari Edward,
“Fika. Ya, aku pun demikian.”
“Hm, ngomong-ngomong, bagaimana jika kita berkeliling gedung
ini, ya menemui teman-teman lama?” ajak Edward yang disambut dengan anggukan
Mitha dan Fika.
Mereka pun berjalan mengelilingi gedung itu, sesekali mereka
berhenti untuk berbincang-bincang dengan teman lama Edward dan Mitha.
Tiba-tiba, terdengar suara yang tidak asing di telinga Mitha. Suara itu berasal
dari arah panggung, “Selamat malam semua.. Pada malam yang indah ini,
perkenankanlah kami membawakan sebuah lagu untuk menemani malam Anda. Semoga
Anda dapat menikmati.”
Pemilik suara itu menatap lurus dan tajam ke arah Mitha.
Tatapan mereka bertemu, dan berhasil membuat Mitha terkejut.
Oh, Tuhan.. Apa benar yang aku lihat ini? Ya, itu TNG… Dan cowok itu…
Mata Radit terbelalak saat melihat seorang gadis bergaun
merah muda melangkah memasuki gedung. Gadis itu ditemani seorang gadis lain
yang bergaun jingga. Dua jelita itu nampak anggun. Namun, bukan karena
kecantikan kedua dara itu yang membuat Radit terkejut. Masalahnya, gadis-gadis
itu adalah Mitha dan Fika.
Jadi, mereka datang ke acara reuni yang diadakan oleh sepupu
Andre?
Saat hendak menghampiri kedua gadis itu, langkah Radit tiba-tiba terhenti.
Seorang cowok berwajah agak kebarat-baratan telah lebih dulu menghampiri Mitha
dan Fika. Radit hanya bisa memperhatikan mereka dari kejauhan. Entah mengapa,
ada rasa cemburu merasuki hati Radit. Tiba-tiba, ia merasa sangat takut
kehilangan Mitha.
“Oi, Dit. Gimana sih, kok malah bengong disini. Yuk buruan,
waktunya kita perform nih? Yang lain pada nunggu tuh di atas panggung.” ajak
Andre.
“Eng.. oke.”
Radit pun berjalan mengikuti Andre untuk naik ke atas
panggung. Setelah berada di atas panggung, Radit langsung memegang microphone
dan mulai bersuara… Tatapannya masih lurus pada Mitha yang berdiri di dekat
jendela besar gedung itu.
“Selamat malam semua.. Pada malam yang indah ini,
perkenankanlah kami membawakan sebuah lagu untuk menemani malam Anda. Semoga
Anda dapat menikmati.”
Mitha. Gadis itu menoleh ke arahnya. Jelas sekali bahwa Mitha
sangat terkejut melihat kehadiran Radit sebagai bintang tamu di acara reuni
itu. Perlahan mulai terdengar suara intro musik mengalun. Dengan tatapan arti,
ia mulai bernyanyi.
Ku pergi hanya sebentar saja,
Bukannya untuk menjauhimu,
Mencoba tuk cari bagaimana baiknya.. untuk berdua..
Sambil terus bernyanyi, Radit berjalan turun dari panggung.
Ia melangkah perlahan namun pasti menghampiri Mitha yang masih terpaku.
Setelah ku putuskan kembali, ku pulang mencarimu kekasih,
Tetapi kau bukan dirimu lagi,
Kau telah jauh berubah…
Apakah kau sudah temukan yang baru…
Kini Radit telah berada di hadapan Mitha. Matanya tak bisa
berhenti untuk terus memandangi gadis itu. Tangan kanan Radit masih tetap
memegang mic, namun tangan kirinya mulai menggenggam dengan erat jemari Mitha.
Seisi gedung terkesima melihat pemandangan tersebut. Tapi Mitha, ia sangat
shock dan tidak mampu berkata-kata.
Tolong jangan kau katakan kau suka,
Jangan-jangan kau katakan, kau suka…
Jangan-jangan kau pikirkan egomu saja,
Aku… Masih disini…
Dia tak tahu betapa sulitnya aku,
Selama ini cintai kamu,
Aku… Masih denganmu…
Radit menuntun pacarnya itu untuk naik ke atas panggung
bersamanya. Seperti orang yang terhipnotis, Mitha pun menurut. Sebenarnya ia
sangat malu, karena menjadi pusat perhatian. Namun, Radit meyakinkannya –
melalui isyarat mata, bahwa semua akan baik-baik saja.
Cobalah kau ingat kembali,
Masa-masa indah denganku,
Dan jujur apakah semua kini sudah terlambat…
Ataukah, kau sudah temukan yang baru…
Tolong jangan kau katakan kau suka,
Jangan-jangan kau katakan, kau suka…
Jangan-jangan kau pikirkan egomu saja,
Aku… Masih disini…
Dia tak tahu betapa sulitnya aku,
Selama ini cintai kamu,
Aku… Masih denganmu…
Setelah lagu itu selesai dinyanyikan. Radit langsung
tersenyum hangat pada Mitha. Ia tidak memperdulikan ratusan pasang mata yang
melihat ke arah mereka.
“Mitha, aku tahu, selama ini aku salah. Aku udah bersikap
tidak adil sama kamu. Dan.. aku kurang memperhatikanmu. Sayangnya, aku baru
menyadari itu sekarang. Tapi, aku berharap, aku belum terlambat…” Radit
menghela nafas kemudian menggenggam erat kedua tangan Mitha.
Suasana gedung mendadak hening. Semua yang ada di acara itu
ingin menjadi saksi bagi Mitha dan Radit.
“Mitha, aku mohon, maafin aku…” ucap Radit dengan tulus. Mitha
pun tersenyum pada Radit, ia merasa tersentuh dan terharu. Namun, tubuhnya
serasa sulit bergerak. Ia seperti kehilangan suaranya, dan hanya mampu diam
memandangi Radit.
“Mitha… Apa kamu mau kasih aku kesempatan, sekali lagi?”
Tanpa sadar Mitha meneteskan air mata lalu tersenyum hangat, “Radit, aku akan
menjadi orang paling bodoh sedunia, jika tidak memberimu kesempatan sekali
lagi…”
“Jadi…”
“Ya, aku memaafkanmu. Dan aku harap, kamu mau menganggapku
dan musik sebagai satu kesatuan dalam hidupmu…”
“Pasti Mitha. Pasti.” Radit pun tersenyum lega.Seisi gedung
yang tadinya hening kini berubah menjadi sangat riuh. Mereka bersorak dan
bertepuk tangan untuk Mitha dan Radit.
I believe,
music is love… And this is a beautiful tune about love… gumam Mitha dipelukan Radit.